MAKALAH
ILMU
SOSIAL DASAR
“TRADISI DAN UPACARA ADAT – SUKU SAKAI”
Disusun
oleh:
Faradilla Mahardi (52415471)
KELAS
1IA03
FAKULTAS
TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
PTA
2015/2016
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………………1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………1
C. TUJUAN……………………………………………………….1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………1
C. TUJUAN……………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
A. SEJARAH SUKU SAKAI……………………………………..2
B. MATAPENCAHARIAN……………………………………....3
B. MATAPENCAHARIAN……………………………………....3
BAB III TRADISI SUKU SAKAI
A. UPACARA ADAT…………………………………………….4
B. KEHIDUPAN MASYARAKAT………………………………4
B. KEHIDUPAN MASYARAKAT………………………………4
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN…………………………………………………...6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang
hidup di pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau
yang melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman
Riau pada abad ke-14. Seperti halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar),
Orang Kuantan, dan Orang Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat
dari Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu. Sebagian
besar masyarakat Sakai hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti
mengenai jumlah orang Sakai. Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen
Sosial RI menyatakan bahwa jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis sebanyak
4.995 jiwa.
Suku Sakai selama ini sering
dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai
punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri
perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra
ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang
baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia
(Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan
sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa
mereka jalani.
Nama Sakai konon berasal dari huruf
awal kata Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan. Maknanya, mereka adalah anak-anak
negeri yang hidup di sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan
yang ada di sungai berupa ikan.
Jelas julukan ini diprotes oleh
masyarakat suku Sakai yang sudah maju, karena hal tersebut berkonotasi pada hal
yang tidak kuno dan bodoh, serta tidak mengikuti kemajuan jaman. Sedangkan
kenyataannya kini, masyarakat Sakai sudah tidak lagi banyak yang masih
melakukan tradisi hidup nomadennya, karena wilayah hutan yang semakin sempit di
daerah Riau.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah sejarah dari Suku Sakai?
2. Apa matapencaharian masyarakat
Suku Sakai?
3. Seperti apakah tradisi Suku
Sakai?
4. Apa upacara adat Suku Sakai?
5. Seperti apakah kehidupan
masyarakatnya?
C. TUJUAN
1. Mengetahui sejarah dari Suku
Sakai
2. Tahu matapencaharian masyarakat
Suku Sakai
3. Mengetahui dan memahami tradisi
dari Suku Sakai
4. Mengetahui tradisi yang ada di
Suku Sakai
5. Memahami kehidupan masyarakat
Suku Sakai
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH SUKU SAKAI
Ada yang berpendapat bahwa suku ini berasal dari
keturunan Nabi Adam yang langsung hijrah dari tanah Arab, terdampar di Sungai
Limau, dan hidup di Sungai Tunu. Namun, tidak ada sumber tertulis pasti tentang
asal-usul sesungguhnya suku Sakai ini. Pendapat lain mengatakan bahwa Sakai
merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua.
Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni
Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki
postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan
berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum
Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua
atau Proto-Melayu.
Banyak
cerita dan versi mengenai asal usul Suku Sakai, diantaranya sebagai berikut :
-
Sakai
merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua.
Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu
penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid,
kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka
bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa,
kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang
disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu. Gelombang migrasi
pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi
sekitar 400-300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai
orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi
bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak
kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman. Di pedalaman,
orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan orang-orang
dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil kimpoi campur antara keduanya inilah yang
kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.
-
Orang Sakai
berasal dari Pagaruyung dan Batusangkar.
2
Menurut versi cerita ini, orang-orang Sakai dulunya
adalah penduduk Negeri Pagaruyung yang melakukan migrasi ke kawasan rimba
belantara di sebelah timur negeri tersebut. Waktu itu Negeri Pagarruyung sangat
padat penduduknya. Untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut, sang raja yang
berkuasa kemudian mengutus sekitar 190 orang kepercayaannya untuk menjajaki
kemungkinan kawasan hutan di sebelah timur Pagarruyung itu sebagai tempat
pemukiman baru. Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya sampai
di tepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau dianggap dapat menjadi sumber
kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka menyimpulkan bahwa kawasan sekitar
sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman baru. Keturunan mereka inilah yang
kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai.
·
Sebutan
Sakai sendiri berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, K-ampung,
A-nak, I-kan.
Maknanya,
mereka adalah anak-anak negri yang hidup di sekitar sungai dan mencari
penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai berupa ikan. Hal tersebut
mencerminkan pola-pola kehidupan mereka di kampung, di tepi-tepi hutan, di
hulu-hulu anak sungai, yang banyak ikannya dan yang cukup airya untuk minum dan
mandi. Sebutan Suku Sakai yang primitif,menyendiri, anak negri yang hidup di
sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai
berupa ikan, kini mulai diprotes oleh masyarakat suku Sakai yang sudah maju,
karena hal tersebut berkonotasi pada hal yang tidak kuno dan bodoh, serta tidak
mengikuti kemajuan jaman. Sedangkan kenyataannya kini, masyarakat Sakai sudah
tidak lagi banyak yang masih melakukan tradisi hidup nomadennya, karena wilayah
hutan yang semakin sempit di daerah Riau
B. MATAPENCAHARIAN
Masyarakat suku sakai memiliki banyak bentuk mata pencaharian,
hal ini dikarenakan system ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat suku sakai di
pengaruhi kondisi daerah yang mereka tempati atau yang mereka huni. Oleh karena
itu masyarakat suku sakai mempunyai banyak bentuk mata pencarian demi
menghidupi keluarganya di antara banyak mata pencarian yang dilakukan
masyarakat suku sakai antara lain adalah:.
1. Berladang
2. Menanam ubi
manggalo
3. Berburu dan
Mencari Ikan di Sungai
3
BAB III
TRADISI SUKU SAKAI
A. UPACARA ADAT
Dilingkungan masyarakat suku sakai masih ditemukan upacara yang berkaitan
dengan daur hidup (Life cycle). Pelaksanaan upacara tersebut dilaksanakan
secara turun temurun yang masih dipertahankan oleh masyarakat suku sakai.
Adapun upacara tersebut antara lain:
1. Upacara kematian
2. Upacara kelahiran
3. Upacara pernikahan
4. Upacara penobatan batin (orang yang dituakan atau
pemimpin suku) baru.
Selain upacara yang berkaitan dengan
lingkungan hidup (ife cycle) ada juga upacara yang berkaitan dengan peristiwa
alam diantaranya;
1. Upacara menanam padi
2. Upacara menyiang
3. Upacara sorang sirih
4. Upacara tolak bala.
Pada saat
ini masyarakat suku sakai sudah mengalami perubahan sebagian sudah memeluk
agama Islam dan memperoleh pendidikan mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan
Tinggi. Masyarakat Suku sakai tidak hanya bekerja sebagai peramu tetapi sudah
ada yang bekerja sebagai guru, pegawai negeri, pedagang, petani dan nelayan.
Walaupun sudah mengalami perubahan dalam masyarakat sakai tetapi masih
berkaitan dengan upacara daur hidup masih melekat dalam kehidupan mareka.
Masyarakat berpandangan apabila tidak melaksanakan upacara tersebut akan
mendapatkan musiah menurut kepercayaan mereka yaitu akan diganggu oleh
makhluk-makhluk gaib yang dinamakan antu (hantu).
B. KEHIDUPAN MASYARAKAT
Nenek moyang Suku Sakai
diyakini berasal dari Pagaruyung, sebuah kerajaan Melayu yang pernah ada di
Sumatera Barat. Dahulu, Suku Sakai memiliki pola kehidupan yang masih nomaden,
berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lain. Pola kehidupan yang masih
nomaden ini meninggalkan kekayaan budaya yang menarik. Hal tersebut terlihat
dari benda peninggalan Suku Sakai yang dahulu digunakan untuk keperluan hidup
mereka di pedalaman. Benda-benda ini terbuat dari bahan baku yang sumbernya
seratus persen dari alam, dan memiliki fungsi yang masih sederhana dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu benda tradisional peninggalan Suku
Sakai adalah timo. Timo merupakan wadah yang terbuat dari kulit kerbau yang
sudah dikeringkan. Bagian sisi wadah diberi batas berbentuk lingkaran yang
terbuat dari rotan lalu diberi tali yang juga terbuat dari rotan. Timo
digunakan oleh masyarakat Suku Sakai sebagai wadah untuk menampung madu.
4
Kebudayaan Suku Sakai yang
bercorak agraris juga ditandai dengan alat-alat yang berfungsi sebagai alat
pertanian seperti gegalung galo. Alat yang terbuat dari bambu dan batang
pepohonan ini berfungsi sebagai alat penjepit ubi manggalo untuk diambil sari
patinya. Sebelumnya, ubi manggalo yang telah dikupas dikumpulkan di dalam wadah
yang disebut tangguk.
Menariknya, Suku Sakai juga
memproduksi pakaian yang bahannya seratus persen terbuat dari alam. Pakaian
orang-orang suku ini dahulu ketika masih hidup dalam sistem nomaden terbuat
dari kulit kayu. Pakaian inilah yang digunakan Suku Sakai untuk bertahan hidup
selama berpindah-pindah tempat. Suku Sakai merupakan salah satu kekayaan
kebudayaan yang dimiliki nusantara. Walaupun pola hidupnya masih nomaden dan
tergantung dengan alam, namun masyarakat Suku Sakai mampu bertahan hidup dengan
menciptakan alat-alat kebutuhan rumah tangga lewat pemanfaatan alam.
5
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Suku Sakai adalah salah satu suku
keturunan Minangkabau yang telah hidup di pedalaman Riau sejak Abad ke 14. Saat
ini belum ada data yang pasti mengenai jumlah keseluruhan masyarakat suku
Sakai, namun berdasarkan data kependudukan yang dihimpun oleh Departemen Sosial
RI menyatakan bahwa jumlah orang Sakai yang saat ini mendiami Kabupaten
Bengkalis sebanyak 4.995 jiwa.
Sakai
merupakan salah satu suku yang mendiami kawasan pedalaman Riau di Pulau
Sumatera. Pola
kehidupan yang masih nomaden ini meninggalkan kekayaan budaya yang menarik. Hal
tersebut terlihat dari benda peninggalan Suku Sakai yang dahulu digunakan untuk
keperluan hidup mereka di pedalaman. Walaupun pola hidupnya masih nomaden dan
tergantung dengan alam, namun masyarakat Suku Sakai mampu bertahan hidup dengan
menciptakan alat-alat kebutuhan rumah tangga lewat pemanfaatan alam.
Masyarakat suku sakai memiliki banyak sistem mata pencaharian yang
hampir seluruhnya dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada
disekitarnya termasuk berladang, berburu, menangkap ikan dirawa-rawa, dan lain
sebagainya. Pada saat ini masyarakat suku sakai
sudah mengalami perubahan sebagian sudah memeluk agama Islam dan memperoleh
pendidikan mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Masyarakat Suku sakai
tidak hanya bekerja sebagai peramu tetapi sudah ada yang bekerja sebagai guru,
pegawai negeri, pedagang, petani dan nelayan.
6
DAFTAR PUSTAKA
http://www.riaudailyphoto.com/2012/05/suku-sakai.html , diunduh pada 9 November 2015 pukul 20:12 WIB
http://www.psychologymania.com/2011/07/mengenal-suku-sakai-suku-pedalaman-di.html , diunduh pada 9 November 2015 pukul 20:21 WIB
https://edhoantro.wordpress.com/2014/04/14/suku-sakai-dalam-tujuh-unsur-kebudayaan/ , diunduh pada 10 November 2015 pukul 16:46 WIB
http://onlineallarticles.blogspot.co.id/2011/10/makalah-adat-istiadat-suku-sakai.html , diunduh pada 10 November 2015 pukul 16:55 WIB
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/suku-sakai-hidup-harmonis-berdampingan-dengan-alam
, diunduh pada 10 November 2015 pukul 17:04 WIB
No comments:
Post a Comment